Saturday, March 23, 2013

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN FILOSOFI KONSTRUKTIVISTIK

Matematika,itu adalah pelajaran yang ada di BIMBEL Kabataku ,yaa Bimbingan Belajar Kabataku hanya mengutamakan belajar matematika atau kursus matematika.Baik bimbingan belajar matematika offline maupun yang matematika online,dengan metode holistik.

Oia,hari ini saya  membuat artikel tentangsebuah metode pembelajaran Konstruktivistik,untuk anda yang belum tahu teori pembelajaran tersebut ,bisa menbaca artikel saya ini.


 1.      Hakikat Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.


Sehubungan dengan hal di atas, Tasker dalam Hamzah mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalahperan aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley dalam Hamzah mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury dalam Hamzah mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler dalam Hamzah  mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

2.      Bagaimana Cara Mengajarkan Matematika Menurut Filosofi Konstruktivistik
Secara umum, pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivisme meliputi empat tahap: (1) tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa), (2) tahap eksplorasi, (3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, dan (4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep.

Sejalan dengan pandangan di atas, Tobin dan Timon dalam Hamzah mengatakan bahwa pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme meliputi empat kegiatan, antara lain (1) berkaitan dengan prior knowledge siswa, (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experiences), (3) terjadi interaksi sosial (social interaction) dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making).

Petunjuk tentang proses pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme juga dikemukakan oleh Dahar dalam Hamzah, sebagai berikut: (1) siapkan benda-benda nyata untuk digunakan para siswa, (2) pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, (3) perkenalkan kegiatan yang layak dan menarik serta beri kebebasan anak untuk menolak saran guru, (4) tekankan penciptaan pertanyaan dan masalah serta pemecahannya, (5) anjurkan para siswa untuk saling berinteraksi, (6) hindari istilah teknis dan tekankan berpikir, (7) anjurkan mereka berpikir dengan cara sendiri, dan (8) perkenalkan kembali materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun lamanya. 

Beberapa uraian di atas dapat memberi pandangan kepada guru agar dalam menerapkan prinsip belajar konstruktivisme, benar-benar harus memperhatikan kondisi lingkungan bagi anak. Di samping itu, pengertian tentang kesiapan anak untuk belajar, juga tidak boleh diabaikan. Dengan kata lain, bahwa faktor lingkungan sebagai suatu sarana interaksi bagi anak, bukanlah satu-satunya yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh bagi guru.

Yager dalam Hamzah mengajukan pentahapan yang lebih lengkap dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Hal ini dapat menjadi pedoman dalam pembelajaran secara umum, pembelajaran dalam Ilmu Pengetahuan Alam dan pembelajaran Matematika. Cakupan tersebut didasarkan pada tugas guru yang tidak mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama dan olah raga merupakan guru kelas.

Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan problematis tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengillustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.

Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena dalam lingkungannya.

Tahap ketiga, siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi siswa, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya, siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari.

Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan siswa tersebut. 

3.      Contoh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Teori Belajar Konstruktivisme
Berikut ini adalah contoh pembelajaran menentukan rata-rata hitung. Langkah-langkah pembelajarannya:
1.      Meminta siswa menuliskan 5 nilai matematika terakhir dalam bentuk tabel
2.      Siswa mengisi 5 gelas plastik dengan kelereng sesuai dengan nilai matematika yang mereka peroleh. Sebagai contoh:
   
3.      Pindahkan kelereng dari gelas yang satu ke gelas yang lain sehingga masing-masing gelas memiliki jumlah kelereng yang sama
4.      Pertanyaan untuk siswa:
a.       Berapa banyak kelereng dalam masing-masing gelas?
b.      Dari 5 nilai harian, rata-rata nilai harian matematikamu adalah jumlah kelereng yang ada di dalam gelas yang mempunyai jumlah yang sama.
c.       Anggap guru kalian memberikan nilai harian terbaru dan nilaimu adalah 8. Berapa banyak kelereng yang ada dalam masing-masing gelas?

Dengan pendekatan seperti di atas, pada akhirnya anak dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui aktivitas yang dilakukan. Dengan kata lain, tanpa mereka diajar secara paksa, anak akan memahami sendiri apa yang mereka lakukan dan pelajari melalui pengalamannya.

No comments:

Post a Comment